PERJALANAN BERHARGA,
BADUY KAU SALAH SATU ISTANA NEGERI KU II
Dinginnya pegunungan di
Baduy Luar mulai terasa. Suara burung-burung, kokok ayam dan aktifitas
masyarakat mulai bersautan. Pagi itu kami dijadwalkan untuk mendaki, menyusuri
hutan dan melakukan perjalan kurang lebih 12 jam untuk sampai ke Baduy Dalam yang
menjadi tujuan utama kami.
Mengawali dengan do’a
kami siap berangkat. Sayang dapat beberapa ratus meter pendakian Aning sebutan
untuk Kusumaningdiyah tak kuat untuk melanjutkan. Perjalanan mendaki, penuh
batu, licin lumut, dan kotor kita jajaki. Langkah demi langkah teratasi. 3
kilometer pertama masih kita jalani dengan semangat seperti tak kenal lelah.
Namun sudah ditengah jalan barulah terasa. Pegal dikaki terasa seperti dibebani
besi baja. Keringat bercucuran dikening dan dahi mulai menetes. Terik panas diatas
bukit mulai menyoroti. Mulailah muncul ego dalam diri pribadi masing-masing.
Ada yang hanya mementingkan diri sendiri, ada yang ingin membantu dan berbagi.
Sampai pula ada yang sekedar mencari kesempatn untuk bisa bersama sepanjang
perjalanan dengan sang pujaan hati.
Kami hampir tak percaya
harus melewati berbagai rintangan seperti ini. Lelah yang kami alami, cobaan
yang kami hadapi dan jatuh bangun dalam melangkah menjadi hal yang seru. Kami
disuguhkan keindahan dunia. Ku berkata “betapa bangganya ku menjadi bagian dari
negeri yang kaya ini”. Terlihat disetiap sisi gunung sangat indah, hijau, asri
dan mempesona ciptaan sang Illahi. Sejauh mata memandang gugusan gunung yang
berjajar membuat kami lupa akan lelah dan letih yang kami hadapi. Kebersamaan,
kepedulian makin terlihat ketika persediaan air menipis, jalanan yang mendaki
terjal dan turunan yang tajam dan tak beraturan. Namun sayang barisan mulai
pecah, ku yang menjaga beberapa rombongan berusaha adil dan membantu. Ketika
lelah dan tak sanggup kami gunakan waktu untuk istirahat dan bersantai ria
sejenak sambil memandangi pajangan-pajangan indah dunia. Kami kembali
melanjutkan perjalanan, sesekali terdengar teriakan-teriakan semangat, canda
tawa bahkan tak sedikit pula yang mengeluh dan hampir menyerah. Akhirnya kami
sampailah pada tujuan utama kami, yakni Baduy Dalam Cibeo.
Semua rasa lelah,
kantuk, pegal, lemas, pusing dan lain sebagainya terbayar lunas ketika kita
berhasil bertatap muka dengan Kepala Desa atau biasa disebut Jaro. Berbincang
dengan mereka, bertanya seperlu kita seakan-akan menjadi hadiah dari semua
kerja keras. Kami pun makan siang, terdengar canda tawa dan kebersamaan kembali
muncul. Namun sayang momen itu tak bisa kami abadikan dalam sebuah dokumentasi
pemotretan karena larangan adat yang kuat.
Kami tak bisa
berlama-lama disana. Karena perjalanan menurun yang cukup jauh dan cuaca sudah
agak mendung. Kami melanjutkan perjalanan pulang dengan kembali semangat. Namun
sayang cuaca tak mendukung perjalanan pulang kami. Dalam perjalanan pulang, kami
kembali kedalam bagian bagian, namun kini bagian yang cukup besar. Ada tiga
bagian atau kloter dalam perjalanan pulang dan aku masuk dalam kloter pertama.
Karena hujan semakin deras, ku memberikan jas hujan kepada teman ku sebab ia
tak membawa jas hujan. Ketika hendak beristirahat, salah satu teman dikloter
pertama meminta ku kembali ke atas dan memberikan jas hujan kepada temannya di kloter
ke dua. Dengan rasa tanggung jawab ku kembali ke atas. Akhirnya bertemulah
dengan kloter ke dua. Disana suasana menjadi agak sedikit menegangkan. Rasa
takut mulai muncul diwajah mereka. Kloter kedua menemui medan yang cukup berat
yakni harus menuruni jalan batu yang curam dan berlumpur. Kembali rasa peduli
muncul dan berniat membantu. Namun sayang niat baik ini malah mendapatkan
musibah kecil ketika ibu jari kaki kiri harus pecah kukunya karena tertiban
bongkahan batu. Namun tak mengurungi niat ku untuk membantu.
Setelah kloter dua
telah melewati rintangan itu kami melanjutkan perjalanan. Tapi sayang, ku
ditinggal kloter pertama dan akhirnya melanjutkan perjalanan dengan kloter ke
dua itu. Rasa dingin mulai menusuk dibadan karena kehujanan. Namun pada
perjalanan pulang ada yang berbeda, suasana menjadi mencekam. Karena cuaca yang
mulai gelap dan kondisi badan yang kedinginan. Beberapa mahasiswa mulai tak
sanggup melanjutkan perjalanan. Perut yang kosong, rasa dingin yang amat
menusuk, dan kaki yang mulai keram. Berkali-kali kita berhenti untuk
beristirahat. Namun perjalanan kami sempat mendapat suatu penyemangat. Jembatan
yang kami tunggu akhirnya pun terlihat dari kejauhan. Ya, jembatan cinta yang
menurut mitos orang sekitar apabila kita menyebutkan nama orang yang kita
sayang ketika menyebrangi jembatan itu ? maka akan terwujud keinginan itu. Ku
mulai melangkah melewati jembatan itu, meski dengan rasa tak percaya aku coba
untuk menaruh harapan agar seseorang dapat tahu tentang perasaan ini. Setelah
semua melewati jembatan kami semua memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Terlihat awan mulai
gelap, kami kembali melangkah untuk pulang ke Baduy Luar. Perjalanan yang kami
telurusi tak begitu sulit. Kami melewati beberapa desa, beberapa leuwit (gudang
padi) dan jalanan batu. Suasana kembali mencekam ketika ada mahasiswi yang
pingsan karena tak sanggup melanjutkan perjalanan. Beberapa dari kami
memberikan pertolongan pertama. Ia pun sadar dan mulai melanjutkan perjalanan
dengan perlahan. Akhirnya perjalanan kami sudah tak jauh lagi, sekitar 200
meter dari rumah tempat kami tinggal. Namun teman kami yang pingsan kami
istirahatkan sejenak disalah satu teras rumah penduduk. Seorang warga pun
datang dan berniat untuk menolong. Ia pun dibawa ke rumah kami tinggal dengan
digendong dan yang lain melanjutkan perjalanan pulang. Tiba-tiba rombongan
kecil yang berada pada baris belakang datang dengan keadaan panik. Keadaan
semakin mencekam dan menakutkan ketika ada beberapa mahasiswi melihat hal gaib
dan berteriak histeris. Kami pun memutuskan untuk kembali kerumah. Ada beberapa
mahasiswi mulai berteriak kacau, dan terdengar sayu kejauhan lafaz al-qur’an
bersautan. Beberapa teman mencoba membantu, dan ada warga yang ikut serta
menolong. Akhirnya mereka sadar dan diistirahatkan.
Malam mulai datang,
seperti biasa hanya ada kesunyian dan suara binatang yang terdengar memecah
hening malam. Beberapa dari kami tidur larut malam karena sedang bercerita
tentang pengalaman mendaki tadi. Dan beberapa sudah tidur karena kelelahan.
Paginya kami semua
bangun dan bergegas untuk pulang. Namun sayang sang pemilik rumah yang ku
tinggali tak ada. Kecewa dalam diriku bertamu selama tiga hari dua malam untuk
tahu namanya pun tidak. Kami tak hanya bersiap, ada juga yang memanfaatkan
waktu untuk berfoto-foto ria, membeli pernik khas Baduy dan lain sebagainya.
Terlihat raut bahagia mereka, canda tawa yang mulai bersautan dimana-mana.
Setelah semua
dipersiapkan kami pun mulai meninggalkan Baduy. Sedih dalam hati seakan-akan
berat meninggalkan desa yang asri ini. Langkah ini malah berat seakan-akan
enggan untuk pergi. Banyak perlajaran yang dapat kami petik dari semua ini.
Kebersamaan, kekompakan, saling peduli, saling mengerti dan bisa menghargai
alam serta menjunjung tinggi solidaritas kekeluargaan. Betapa hebatnya mereka
meski dengan segala kekurangan dapat hidup dihutan belantara. Betapa hebatnya
mereka yang tak mengeluh meski dengan segala keterbatasan. Aku bangga pernah
merasakan ini semua, yang tak semua orang lain bisa menikmatinya. Terimakasih
Baduy dengan semua pengalamanmu, terimakasih Allah dengan semua keindahan alam
Mu, dan terimakasih Pendidikan IPS 2013 Universitas Negeri Jakarta dengan semua
kenangan yang kau berikan. Dan terimakasih untuk kalian semua para sahabat dan
pejuang mudaku.
KEKAYAAN INDONESIA
BUKAN HANYA PADA KEKAYAAN ALAM SAJA. ADAT ISTIADAT, SUKU DAN RATUSAN BUDAYA
YANG BERBEDA-BEDA JUGA MENJADI HARTA YANG SANGAT MELIMPAH. INI SEMUA PATUT KITA
JAGA !!! INDONESIA, KU BANGGA JADI MILIKMU...