AKU
BERBEDA
Dulu ada sepasang kekasih dari akar keluarga
yang berbeda. Sang pria bernama Agus Surahman yang tamatan SLTP memacari
seorang gadis nan cantik yang juga lulusan SLTP bernama Sa’anih. Pada tahun
1991 mereka memutuskan untuk mengikatan tali pernikahan. Sejak awal membina
bahtera rumah tangga sang istri tidak mau tinggal dengan menyewa kontrakan,
sang istri lebih memilih tinggal dirumah orangtua sang suami. Sang suami yang
hanya berkerja sebagai supir bus di ibu kota memilih tidak mau terus-terusan
merepotkan orangtuanya. Bermodalkan sepetak tanah pemberian Ayahnya, suami
istri itu sedikit demi sedikit membangun istana mereka yang sederhana, dengan
menyisihkan pendapatan dari menjadi supir bus dan sang istri yang bekerja di
perusahaan menjahit.
Setahun membina rumah tangga mereka tidak
dikaruniai seorang anak, bukan karena salah satu dari mereka mandul namun karena sang istri
yang usianya masih sangat muda enggan memiliki seorang anak. Namun mereka
berdua harus mengangkat seorang bayi perempuan yang tidak lain adalah keponakan
sang istri. Bayi tersebut harus kehilangan ibunya karena meninggal dunia, sejak
itulah bayi itu menjadi bagian dari keluarga sederhananya. Bayi perempuan nan
cantik dan mungil itu diberi nama Ina Surahman.
Empat tahun membina bahtera rumah tangga
mereka masih tidak memiki anak kandung hasil pernikahan mereka. Akhirnya dengan
desakan keluarga dan suami, sang istri berhenti untuk KB dan akhirnya mereka
dikaruniai calon seorang bayi. Bulan demi bulan dilewati dengan normal, tanpa
adanya keanehan-keanehan. Namun setelah 9 bulan mengandung calon bayi tak
kunjung mempunyai tanda-tanda untuk keluar dari rahim ibunya. Dengan
harap-harap cemas suami istri ini terus berdo’a untuk kelahiran anaknya yang
disegerakan karena memang sudah waktunya. Namun Allah berkehendak lain, setelah
sebelas bulan mengandung akhirnya sang bayi yang ditunggu-tunggu keluarga dan pasangan
suami istri ini pun lahir dengan proses persalinan normal dan dibantu oleh
dukun beranak dirumah. Seorang anak berjenis kelamin laki-laki ini akhirnya
muncul dan menangis untuk pertama kali pada dini hari sebelum adzan subuh
berkumandang. Anak yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang juga, berbeda
dengan bayi normal lainnya yang hanya ada dalam kandungan sembilan bulan bayi
laki-laki ini harus bertahan lebih lama selama sebelas bulan dalam kandungan
ibunya. Kedua orang yang sedang berbahagia itu sangat senang karena anaknya
terlahir normal tanpa cacat sedikit pun seperti apa yang orang-orang atau mitos
katakan jika anak terlahir lebih lama akan mengalami cacat fisik atau mental. Terlebih raut kebahagiaan sangat terlihat
dari wajah sang ayah yang memang mengidam-idam kan anak laki-laki yang akan
meneruskan tahta keluarganya.
Bulan pertama si bayi ini bernafas, tidak ada
yang salah. Bayi yang diberi nama Firman Surahman ini baru mengalami keganjalan
di usianya yang baru menginjak dua bulan. Leher si bayi mengalami kelumpuhan,
tidak mampu bergerak dengan sendirinya, harus selalu ditopang dan diarahkan
dengan bantal lembut oleh ibunya. Sang istri yang sudah menjadi ibu ini pun
mengalami goncangan batin yang kuat, tak sampai hati melihat putera
kebanggaannya harus hidup dengan cacat. Sambil menyusui si ibu mendekap dengan
hangat anaknya dengan pelukan lembut dan terus berdo’a agar penderitaan anaknya
cepat terselesaikan. Sang ibu hanya bisa menangis dan menangis jika melihat
kondisi anaknya ketika menyusui dan memandikakn sang anak. Begitu pula sang
ayah yang tak kuat membendung air matanya. Sepulang kerja sang suami yang sudah
menjadi ayah ini harus menangis, bahkan ketika kerja pun selalu yang dipikirkan
adalah kondisi sang jagoan yang berada dirumah.
Selama puteranya mengalami cacat sang ayah
enggan untuk menggendong sang anak, jangan pun untuk menggendong melihat
kondisi anaknya seperti itu sang ayah tak sanggup. “Entah dosa apa yang pernah saya perbuat sehingga anak hamba yang harus
menanggung akibatnya” sang ayah selalu berkata demikian jika melihat
kondisi anaknya. Namun keluarga yang berduka itupun harus sangat beruntung
memiliki orangtua yang masih sangat peduli dan menyayangi mereka. Setiap pagi
dan sore ibu dari sang ayah pun dengan rutin datang kerumah kecil yang dibangun
suami istri tersebut. Dengan telaten dan sabar sang nenek menguruti leher
cucunya yang malang itu. Sehingga selama tiga bulan berlalu sedikit demi
sedikit mengalami perubahan. Sang bayi laki-laki yang awalnya seperti tidak
memiliki tulang leher akhirnya sedikit demi sedikit bisa menggerakan lehernya.
Raut bahagia pun hadir dari kedua orangtua sang bayi, begitu pula keluarga
besarnya yang sangat bahagia melihat perubahan yang terjadi. Namun setelah
perubahan yang positif terjadi kembali muncul perubahan pada fisiknya. Kulitnya
yang awalnya nampak putih biasa, kian bertambah usia si anak mengalami
perubahan warna menjadi agak kecoklatan dan akhirnya menghitam.
Kian lama, bayi ini tumbuh besar. Disaat
memasuki usia balita suami istri ini kembali terbelenggu akan kekhawatiran yang
kini hadir dalam benak mereka. Anak mereka di usia lebih kurang 3 tahun masih
belum dapat berjalan seperti balita normal pada umumnya. Kembali bayang-bayang
mitos yang mengatakan jika seorang anak lahir tidak pada waktu yang pas akan
mengalami cacat baik dari mental maupun fisik, mitos itulah yang dijadikan
kekhawatiran yang sangat besar bagi sepasang suami istri ini. Dengan sabar
melatih anaknya untuk belajar berjalan, anak ini juga mendapati dirinya sulit
berbicara. Melihat puteranya yang sejak dalam kandungan hingga usia seperti itu
suami istri ini khawatir kelak ketika dewasa anak mereka akan hidup dengan
keterbelakangan fisik atau pun mental.
Namun ketika menginjak usia 4 tahun puteranya
menunjukan perubahan yang signifikan. Anak pasangan suami istri ini sudah lebih
fasih menghafal bacaan dasar al-qur’an, kemudian ketika diajarkan hitung
menghitung anaknya sudah lebih cekatan dan pada usia 5 tahun anak yang sejak
bayi ini mengalami keterlambatan mengalami perubahan besar, selain bisa membaca
al-qur’an dan menghitung, putera dari sepasang suami istri yang sederhana ini,
sudah mampu membaca dengan lancar. Ini semua membantah segala tudingan dari
mitos-mitos yang banyak berkembang. Sang ayah dengan telaten terus mengajari puteranya
belajar tanpa memasukannya ke sekolah Taman Kanak-Kanak.
Di usia 5 tahun juga puteranya sudah
menunjukan keberanian dan tekad yang luar biasa. Di usia yang masih mungil dan
sangat belia itu Firman sudah meminta dirinya untuk dikhitan, namun sang ayah
enggan untuk menuruti kemauan anaknya, karena melihat usia sang anak yang masih
sangat belia dan pernah memiliki banyak pengalaman buruk semasa bayi sehingga
ayahnya tak mau mengambil resiko besar. Namun tekad si anak tidak sampai di
situ, tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya si anak ini mendatangi dan
mendaftarkan dirinya sebagai peserta khitan massal di masjid dekat kediamannya.
Sontak membuat kedua orangtuanya kaget dan menjemput anaknya setelah mendapati
berita tersebut.
Akhirnya pada usia 6 tahun setelah satu
semester menjalani kehidupan di sekolah dasar keinginan Firman dapat dipenuhi
kedua orangtuanya. Dengan iming-iming berhasil mampu masuk tiga besar rangking
kelas maka kemauan bocah ini akan diujudkan. Acara khitanan yang cukup besar
digelar kedua orangtuanya. Tak peduli berapa banyak uang yang harus dikeluarkan
demi anak kebanggaannya yang terpenting acara hajatan yang menjadi acara
pertama dan terakhir dalam hidupnya ini harus semeriah mungkin.
Di usia yang masih kanak-kanak tersebut kedua
orangtua Firman menguatkan dan menanam mental ketabahan yang sangat luar biasa.
Mendapati anaknya masih berbicara gagap dan kurang jelas kemudian memiliki
warna kulit yang hitam kedua orangtua yang luar biasa ini terus mensupport
anaknya agar tidak memiliki perasaan pendendam dan menjadi pria yang penyabar
untuk selalu tersenyum dalam menghadapi kendala serta masalah dalam hidupnya.
Semua cerita yang aku ceritakan diatas baru
saja aku ketahui setelah genap berusia 18 tahun pada 20 maret 2014 lalu.
Tergugah hati dan perasaan setelah mendapati cerita yang memilukan ini dan
mendapatkan kenyataan ternyata aku berbeda. Perjuangan masa kecil yang besar
dan ketulusan kasih sayang kedua orangtua ku yang luar biasa menjadi kekuatan
ku kini untuk menantang kehidupan. Aku berbeda, itu yang membuat ku yakin bahwa
perbedaan itu yang membuatku bernafas kencang dan berjalan tegak untuk menuju
jalan kesuksesan.
“Hidup itu adalah anugerah yang
luar biasa, senyuman adalah hadiah yang mahal harganya dan perjuangan adalah
sebuah proses dari hasil yang menakjubkan dalam kehidupan. Jangan menyerah,
awal yang buruk adalah sebuah akhir dari suatu kunci keberhasilan” Firman
Surahman.