Dunia dan Kerapuhanku..
Hari itu ku berjalan
tertunduk malu. Kepala nampak ringan namun berat terangkat. Ku merasa diri ini
mulai keropos dengan gerusan-gerusan masalah yang telah tergariskan. Ya aku rapuh, tubuh ini menjadi amat rapuh ketika masalah
bertubi-tubi mulai datang dan membelenggu, bagaikan
debu kertas yang terbakar nan usang tak terpakai
menyatu padu dengan debu-debu tanah di jalan itu.
Benar
aku rapuh, seonggok tubuh ini bagaikan karang tak berair, tak ada suara menderu
keras menyetuh lembut
dataran kasar. Aku yang seharusnya bisa melawan hanya bisa termangu bisu. Dan
hanya bisa menunggu air itu datang sendiri meski dirundung panas setiap hari.
Sadar,
tanpa mu aku rapuh kawan. Dahulu hari-hari ku lalui dengan canda dan tawamu.
Seperti group Jayakarta yang selalu menghiasi mendung awan dengan pelangi
kebersamaan. Namun kini ku harus ditinggalkan semua angan dan kenangan itu demi
mengejar masa depan tanpa
kalian yang menopang disisi kegelapan. Berat ketika kini ku tak lagi berjuang
bersama mu kawan.
Aku
sungguh rapuh ibu, maafkan jika ku harus kembali mengeluh. Kerapuhan ini
membuatku harus selalu menunggu yang tak tentu, ditengah malam sendiri membisu.
Dihantarkan air hujan yang turun satu persatu seperti menjelaskan kegundah
gulanaan hati yang sendu.
Namun
aku tak selamanya rapuh ayah. Aku pasti kuat menantang dunia,
berusaha menggenggam dunia dengan tangan mungilku, mencoba
berdiri diatas kaki tertancapkan paku, melangkah pasti menendang semua duri dan
tak pernah berjanji untuk kesemuan sebuah bukti.
Andai
semua orang tak rapuh aku
yakin, dunia pasti tak bergerut menangis karena selalu mendengar keluh terluka karena terus dipaksa memuaskan dahaga nafsu dunia.