Rabu, 13 Agustus 2014

Euforia



EUFORIA

Demam Euforia. Masyarakat Indonesia sedang merasakan demam euforia. Euforia adalah perasaan senang dan antusias dalam suatu kegiatan atau ajang yang besar maupun dari sebuah hasil yang membanggakan.

Setelah selesai dari menikmati euforia kembalinya prestasi Indonesia dalam ranah olahraga sepak bola. Masyarakat juga sudah menikmati pesta demokrasi Pemilu atau pada bulan April itu disebut dengan Pileg. Memilih siapa yang akan mewakili rakyat di bangku pemerintahan untuk jangka waktu 5 tahun menjadi euforia tersendiri bagi masyarakat. Ada yang sangat antusias namun tidak sedikit yang tak ikut serta.

Namun, 9 April 2014 lalu ternyata membuat catatan yang unik dalam pagelarannya. Tak hanya pertarungan dunia politik, namun kini menjadi pertarungan artis yang turut berbondong-bondong ingin menjadi wakil rakyat tersebut. Pertarungan muncul, tak hanya adu visi dan misi, janji-janji, lembar spanduk dan banner tapi tebalnya uang yang diselipkan dalam amplop juga menjadi pertarungan seluruh calon legisatoris tersebut.

Kini pertarungan sudah memudar. Terlebih setelah sudah diputuskannya siapa pemenang Pileg 2014. Dan euforia Pileg pun sudah hampir dilupakan. Namun euforia masyarakat Indonesia tidak terhenti sampai disitu. Terutama warga Jakarta. Mereka menyambut dengan antusias pagelaran Ulang Tahun DKI Jakarta. Banyak event yang sudah dipersiapkan pemerintah maupun swasta dalam merayakan euforia tersebut. Dan dua event besar di Jakarta juga menjadi sorotan. PRJ ala pemerintah vs PRJ ala swasta.

Sejak Jokowi dan Ahok menjadi Gubernur dan Wagub DKI. PRJ Monas kembali diangkat setelah fakum beberapa tahun. Sudah pasti PRJ Monas menjadi pesaing berat PRJ yang diadakan di kemayoran. PRJ kemayoran adalah pengganti dari PRJ Monas yang cukup lama fakum. Namun, kembalinya PRJ Monas sangat disambut dengan baik oleh masyarakat Jakarta. Terutama warga Jakarta menengah ke bawah. Karena mereka bisa menikmati euforia PRJ yang selama ini ada di Kemayoran yang tidak bisa mereka kunjungi. Semua yang pedagang menjual dagangannya dengan harga miring sesuai dengan kantong masyarakat. Sehingga, meski diadakan hanya satu  minggu namun pengunjung yang datang yang tidak hanya dari Jakarta mencapai puluhan ribu orang. Sedangkan PRJ kemayoran juga tidak mau kalah. Memberikan fasilitas yang cukup baik sehingga PRJ kemayoran tidak pernah sepi meski PRJ Monas diadakan dengan waktu yang sama. PRJ kemayoran yang memang didominasi warga Jakarta menengah ke atas ini menjadi daya tarik tersendiri. Banyaknya perusahaan teknologi yang berpartisipasi, dari Gadget, Camera DSRL, Motor, Mobil dan lain sebagainya. Tak hanya itu, pakaian dengan merk ternama juga tidak mau kalah bersaing. Dan ini membuktikan, terjadinya perang antara PRJ Monas dan PRJ Kemayoran. Adu fasilitas, adu daya tarik, adu keamanan dan kenyamanan menjadi pertarungan yang cukup sengit namun sangat dinikmati oleh seluruh masyarakat Jakarta.

Ketika euforia Jakarta belum lah pudar. Masyarakat Indonesia juga kini harus terserang demam euforia pesta akbar olahraga sepak bola, yakni Piala Dunia Brazil 2014. Banyak caffe, restoran, waralaba, lapangan futsal bahkan pos ronda di ubahnya menjadi tempat nonton bareng. Rela begadang dan pulang malam demi menikmati euforia Piala Dunia. Apalagi jika team kesayangannya bertanding. Sebenarnya tidak hanya di Indonesia, euforia ini juga dinikmati seluruh masyarakat dunia penikmat sepak bola. Ajang ini juga menjadi sebuah perang. Setiap negara peserta harus menunjukan kekuatan sepak bola mereka, tak hanya itu, pemilihan kursi kepelatihan menjadi pertarungan strategi dilapangan dan kunci sebuah kesuksesan negara peserta dan unjuk kebolehan pemain disetiap negara menjadi tontonan yang menarik bagi seluruh penikmat sepak bola di dunia. Meskipun Indonesia tidak menjadi peserta piala dunia tapi FIFA mengakui antusiasme masyarakat Indonesia sangat besar.

Antusias dan euforia masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam kembali meningkat. Bukan hanya dari sepak bola, tapi datangnya bulan suci Ramadhan. Seluruh rakyat Indonesia tidak hanya yang beragama Islam namun seluruh lapisan masyarakat bahagia menyambut ramadhan ini. Karena toleransi antar agama di bulan ini khususnya di Indonesia menjadi sangat harmonis. Banyak yang dirindukan setiap orang dibulan ramadhan ini. Dari shalat tarawih, sahur, berbagai macam takjil sampai buka puasa bersama teman-teman lama dan keluarga menjadi hal yang paling dinanti. Tentu ini menjadi euforia tersendiri bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi ini juga menjadi pertarungan yang kuat bagi yang berpuasa. Tak hanya harus bertarung menahan lapar dan haus. Setiap orang yang berpuasa juga harus bertarung menahan hawa nafsu. Terutama nafsu syahwat, kemudian nafsu untuk menahan dari godaan setan untuk melakukan hal yang tidak berguna. Perlombaan mendapatkan ridho Allah SWT menjadi pertarungan yang ketat antar umat muslim.

Ketika perlombaan mencari pahala barulah dimulai. Euforia rakyat Indonesia semakin memanas. Ya, pilpres yang jatuh pada tanggal 9 Juli 2014, tepat pada tanggal 11 Ramadhan 1435 H. Pertarungan visi dan misi calon yang sudah terjadi satu bulan yang lalu menjadi penentuan dari hasil yang ditentukan pada tanggal 9 Juli tersebut. Banyak prediksi dan spekulasi yang muncul menyebutkan bahwa akan ada hasil yang ketat antara kedua calon. Sosok pemimpin tegas yang dirindukan masyarakat harus berhadapan dengan sosok pemimpin merakyat yang diimpikan masyarakat Indonesia. Tak hanya pertarungan visi dan misi saja, pertarungan retorika juga digencarkan. Sosok negosiatoris yang dimiliki Pak Prabowo harus menghadapi sosok lobbying yang dimiliki oleh Pak Jokowi. Maka tinggal masyarakat yang menentukan hasilnya nanti. Head to head ini juga menjadi trendding topic di dunia lewat media sosial. Sudah pasti euforia ini tidak mau dilewati begitu saja oleh seluruh rakyat Indonesia yang cukup antusias.

Tapi sayang, ketika sedang panas-panasnya euforia rakyat Indonesia dengan adanya Piala Dunia, Ramadhan dan Pilpres. Kini euforia yang tidak cukup menyenangkan juga harus dirasakan rakyat Indonesia yang memang mayorita muslim. Saudara seiman dan seagama di Palestina sedang mendapatkan agresi kejam Israel. Banyak broadcast BBM, Hashtag Twitter, Stattus Facebook, dan Doa yang disemat dalam Path serta foto-foto yang mereka share di Intragram sebagai bentuk euforia kesedihan dan betuk kepedulian mereka. Euforia yang seharusnya menyenangkan untuk kali ini tidak. Euforia kali ini menyisakan luka. Puluhan bahkan ratusan nyawa sudah tewas dengan kejamnya di jalur sengketa Gaza. Bahkan rakyat Indonesia hampir saja lupa dengan Palestina karena seluruh media televisi sedang menyiarkan hasil quickcount yang tidak jelas dan membingungkan.

Euforia ini harus diterima seluruh rakyat Indonesia. Antusiasme yang kuat harus juga tetap diberikan meskipun euforia yang terakhir dipaparkan hanya menyisakan tangisan dan doa-doa. Jangan sampai euforia untuk Palestina tidak seheboh blackcampaign di Pilpres. Jangan sampai euforia untuk Palestina tidak sehebat Germany yang menaklukan Brazil dengan kemenangan telaknya. Dan jangan sampai euforia untuk Palestina kalah dengan euforia menyambut datangnya adzan magrib karena satu hari penuh berpuasa. Euforia yang ditunjukan untuk Palestina juga harus kuat, heboh, dan hebat. Gencarkan doa melalui shalat dan ibadah lainnya, serbu media sosial agar PBB hendak bergerak cepat untuk membantu Palestina dan serang rasa toleransi seluruh umat beragama khususnya Islam di dunia agar mau mengutuk perbuatan Israel pada Palestina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar