EUFORIA
Demam Euforia. Masyarakat Indonesia sedang
merasakan demam euforia. Euforia adalah perasaan senang dan antusias dalam
suatu kegiatan atau ajang yang besar maupun dari sebuah hasil yang membanggakan.
Setelah selesai dari menikmati euforia kembalinya
prestasi Indonesia dalam ranah olahraga sepak bola. Masyarakat juga sudah
menikmati pesta demokrasi Pemilu atau pada bulan April itu disebut dengan
Pileg. Memilih siapa yang akan mewakili rakyat di bangku pemerintahan untuk
jangka waktu 5 tahun menjadi euforia tersendiri bagi masyarakat. Ada yang
sangat antusias namun tidak sedikit yang tak ikut serta.
Namun, 9 April 2014 lalu ternyata membuat
catatan yang unik dalam pagelarannya. Tak hanya pertarungan dunia politik,
namun kini menjadi pertarungan artis yang turut berbondong-bondong ingin
menjadi wakil rakyat tersebut. Pertarungan muncul, tak hanya adu visi dan misi,
janji-janji, lembar spanduk dan banner tapi tebalnya uang yang diselipkan dalam
amplop juga menjadi pertarungan seluruh calon legisatoris tersebut.
Kini pertarungan sudah memudar. Terlebih setelah
sudah diputuskannya siapa pemenang Pileg 2014. Dan euforia Pileg pun sudah
hampir dilupakan. Namun euforia masyarakat Indonesia tidak terhenti sampai
disitu. Terutama warga Jakarta. Mereka menyambut dengan antusias pagelaran
Ulang Tahun DKI Jakarta. Banyak event yang sudah dipersiapkan pemerintah maupun
swasta dalam merayakan euforia tersebut. Dan dua event besar di Jakarta juga
menjadi sorotan. PRJ ala pemerintah vs PRJ ala swasta.
Sejak Jokowi dan Ahok menjadi Gubernur dan Wagub
DKI. PRJ Monas kembali diangkat setelah fakum beberapa tahun. Sudah pasti PRJ
Monas menjadi pesaing berat PRJ yang diadakan di kemayoran. PRJ kemayoran
adalah pengganti dari PRJ Monas yang cukup lama fakum. Namun, kembalinya PRJ
Monas sangat disambut dengan baik oleh masyarakat Jakarta. Terutama warga
Jakarta menengah ke bawah. Karena mereka bisa menikmati euforia PRJ yang selama
ini ada di Kemayoran yang tidak bisa mereka kunjungi. Semua yang pedagang
menjual dagangannya dengan harga miring sesuai dengan kantong masyarakat.
Sehingga, meski diadakan hanya satu
minggu namun pengunjung yang datang yang tidak hanya dari Jakarta mencapai
puluhan ribu orang. Sedangkan PRJ kemayoran juga tidak mau kalah. Memberikan
fasilitas yang cukup baik sehingga PRJ kemayoran tidak pernah sepi meski PRJ
Monas diadakan dengan waktu yang sama. PRJ kemayoran yang memang didominasi
warga Jakarta menengah ke atas ini menjadi daya tarik tersendiri. Banyaknya
perusahaan teknologi yang berpartisipasi, dari Gadget, Camera DSRL, Motor,
Mobil dan lain sebagainya. Tak hanya itu, pakaian dengan merk ternama juga
tidak mau kalah bersaing. Dan ini membuktikan, terjadinya perang antara PRJ
Monas dan PRJ Kemayoran. Adu fasilitas, adu daya tarik, adu keamanan dan
kenyamanan menjadi pertarungan yang cukup sengit namun sangat dinikmati oleh
seluruh masyarakat Jakarta.
Ketika euforia Jakarta belum lah pudar.
Masyarakat Indonesia juga kini harus terserang demam euforia pesta akbar
olahraga sepak bola, yakni Piala Dunia Brazil 2014. Banyak caffe, restoran,
waralaba, lapangan futsal bahkan pos ronda di ubahnya menjadi tempat nonton
bareng. Rela begadang dan pulang malam demi menikmati euforia Piala Dunia.
Apalagi jika team kesayangannya bertanding. Sebenarnya tidak hanya di
Indonesia, euforia ini juga dinikmati seluruh masyarakat dunia penikmat sepak
bola. Ajang ini juga menjadi sebuah perang. Setiap negara peserta harus
menunjukan kekuatan sepak bola mereka, tak hanya itu, pemilihan kursi
kepelatihan menjadi pertarungan strategi dilapangan dan kunci sebuah kesuksesan
negara peserta dan unjuk kebolehan pemain disetiap negara menjadi tontonan yang
menarik bagi seluruh penikmat sepak bola di dunia. Meskipun Indonesia tidak
menjadi peserta piala dunia tapi FIFA mengakui antusiasme masyarakat Indonesia
sangat besar.
Antusias dan euforia masyarakat Indonesia yang
mayoritas Islam kembali meningkat. Bukan hanya dari sepak bola, tapi datangnya
bulan suci Ramadhan. Seluruh rakyat Indonesia tidak hanya yang beragama Islam
namun seluruh lapisan masyarakat bahagia menyambut ramadhan ini. Karena
toleransi antar agama di bulan ini khususnya di Indonesia menjadi sangat
harmonis. Banyak yang dirindukan setiap orang dibulan ramadhan ini. Dari shalat
tarawih, sahur, berbagai macam takjil sampai buka puasa bersama teman-teman
lama dan keluarga menjadi hal yang paling dinanti. Tentu ini menjadi euforia
tersendiri bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi ini juga menjadi pertarungan
yang kuat bagi yang berpuasa. Tak hanya harus bertarung menahan lapar dan haus.
Setiap orang yang berpuasa juga harus bertarung menahan hawa nafsu. Terutama
nafsu syahwat, kemudian nafsu untuk menahan dari godaan setan untuk melakukan
hal yang tidak berguna. Perlombaan mendapatkan ridho Allah SWT menjadi pertarungan
yang ketat antar umat muslim.
Ketika perlombaan mencari pahala barulah
dimulai. Euforia rakyat Indonesia semakin memanas. Ya, pilpres yang jatuh pada
tanggal 9 Juli 2014, tepat pada tanggal 11 Ramadhan 1435 H. Pertarungan visi
dan misi calon yang sudah terjadi satu bulan yang lalu menjadi penentuan dari
hasil yang ditentukan pada tanggal 9 Juli tersebut. Banyak prediksi dan
spekulasi yang muncul menyebutkan bahwa akan ada hasil yang ketat antara kedua
calon. Sosok pemimpin tegas yang dirindukan masyarakat harus berhadapan dengan
sosok pemimpin merakyat yang diimpikan masyarakat Indonesia. Tak hanya
pertarungan visi dan misi saja, pertarungan retorika juga digencarkan. Sosok
negosiatoris yang dimiliki Pak Prabowo harus menghadapi sosok lobbying yang dimiliki oleh Pak Jokowi.
Maka tinggal masyarakat yang menentukan hasilnya nanti. Head to head ini juga menjadi trendding
topic di dunia lewat media sosial. Sudah pasti euforia ini tidak mau
dilewati begitu saja oleh seluruh rakyat Indonesia yang cukup antusias.
Tapi sayang, ketika sedang panas-panasnya
euforia rakyat Indonesia dengan adanya Piala Dunia, Ramadhan dan Pilpres. Kini
euforia yang tidak cukup menyenangkan juga harus dirasakan rakyat Indonesia
yang memang mayorita muslim. Saudara seiman dan seagama di Palestina sedang
mendapatkan agresi kejam Israel. Banyak broadcast BBM, Hashtag Twitter, Stattus
Facebook, dan Doa yang disemat dalam Path serta foto-foto yang mereka share di
Intragram sebagai bentuk euforia kesedihan dan betuk kepedulian mereka. Euforia
yang seharusnya menyenangkan untuk kali ini tidak. Euforia kali ini menyisakan
luka. Puluhan bahkan ratusan nyawa sudah tewas dengan kejamnya di jalur
sengketa Gaza. Bahkan rakyat Indonesia hampir saja lupa dengan Palestina karena
seluruh media televisi sedang menyiarkan hasil quickcount yang tidak jelas dan membingungkan.
Euforia ini harus diterima seluruh rakyat
Indonesia. Antusiasme yang kuat harus juga tetap diberikan meskipun euforia
yang terakhir dipaparkan hanya menyisakan tangisan dan doa-doa. Jangan sampai
euforia untuk Palestina tidak seheboh blackcampaign
di Pilpres. Jangan sampai euforia untuk Palestina tidak sehebat Germany yang
menaklukan Brazil dengan kemenangan telaknya. Dan jangan sampai euforia untuk
Palestina kalah dengan euforia menyambut datangnya adzan magrib karena satu
hari penuh berpuasa. Euforia yang ditunjukan untuk Palestina juga harus kuat,
heboh, dan hebat. Gencarkan doa melalui shalat dan ibadah lainnya, serbu media
sosial agar PBB hendak bergerak cepat untuk membantu Palestina dan serang rasa
toleransi seluruh umat beragama khususnya Islam di dunia agar mau mengutuk
perbuatan Israel pada Palestina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar